Movement self-story IPM


Ini adalah mengenai pengalamanku ketika mengikuti kegiatan pelatihan kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) setingkat Pimpinan Daerah (PKMTM II/Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II).
Di bulan desember yang cuacanya amat abstrak untuk mendeskripsikan musim apa yang sedang melanda tanah Ujung Berung ini. Terlalu cepat ketika Ninda datang secara tiba-tiba dan mengajakku segera pergi ke lokasi TM II dengan alasan tak ada panitia yang bisa hadir untuk mempersiapkan tempat yang akan digunakan untuk esok hari. Aku yang pada acara TM II ini berperan sebagai sekretaris pelaksana juga peserta menjadi ricuh ketika Ninda datang, aku punya tanggung jawab besar disana. Segera aku meminta izin lebih awal kepada Pembina dan beberapa pimpinan di sekolah. Dan semakin lebih ricuh mengingat segala persiapan administrasi rupanya belum selesai. Hahaha, akan lebih sebal lagi ketika orang-orang tahu seberapa lama aku dan Ninda menunggu kedatangan sang driver dari taxi online yang kami pesan.
Beberapa panitia datang beberapa jam setelah kami, adapun tambahan seorang yang lain itu fasilitator undangan dari Pimpinan Wilayah IPM. Tidur benar-benar seadanya ruangan, bukan fasilitas karena disana ada kasur dan aku bisa menggunakan rokku sebagai selimut.
Keesokan paginya beberapa peserta datang amat pagi bahkan sebelum kami bisa sarapan karena sibuk mempersiapkan diri dan beberapa hal yang memang hanya bisa dipersiapkan dipagi hari itu. Sempat aku diminta untuk pergi keruangan fasilitator –dimana beberapa rekanku yang sudah mengikuti pelatihan ini mereka menjadi fasilitator, aku tidak termasuk karena menjadi peserta– untuk mengantarkan beberapa berkas dan batang, tidak mengetahui bahwa menuju kesana harus melewati ruang tidur peserta lelaki, aku sempat kaget dan menjadi tidak nyaman ketika lewat didepan ruangan itu.
Acara pembukaan baru dimulai setelah dzuhur, beberapa peserta dari luar kota Banfung dan seorang mahasiswa belum datang hingga malam. Ketika pematerian malamlah semua peserta lengkap. Hari pertama tidak terlalu berkesan banyak selain semangat yang masih terlalu dini untuk berkoar-koar untuk sebuah acara yang akan berlangsung selamalima hari. Tak sempat ada sesi perkenalan karena waktu tersebut terpotong oleh beberapa rundown acara yang berlangsung terlalu panjang. Hal tersebutpun sebagian besarnya disebabkan karena kurangnya panitia/fasilitator yang ada di lokasi untuk mengawasi serta membimbing keberlangsungan acara. Sungguh menyayangkan, aku tidak kenal banyak teman dihari pertama kecuali dengan menebak-nebak dari bincangan yang tak sengaja terdengar.
Makanan yang dalam anggaran pembiayaannya amat sedikit sama sekali tidak disangka bahwa makanan itu tidak mengecewakan dari rasanya. Persoalan porsi makanan disajikan dengan dengan parasmanan, membebaskan kita untuk menentukan porsi sebebasnya kita. Mungkin karena yang memasak dari bagian dapur asrama, jadi tidak rugi baginya menyediakan makanan seperti itu.
Ada kewajiban bagi peserta mengisi sebuah lembar ibadah harian yang diberikan oleh IoT (Imam of Training) perihal shalat limawaktu yang sudah wajib dilaksanakan, shalat sunnah rawatib, tahajjud, tahiyyatul masjid, dhuha, mengaji, hafalan, dan membaca buku yang diisi dengan menceklis kolom yang tersedia sesuai dengan kesadaran seberapa perlunya kita melaksanakan itu semua.
Waktu olahraga menjadi bagian yang sangat aku tunggu-tunggu, karena aku yakin disana aku bisa benar-benar mengenal teman-teman peserta yang lain dan merasakan kedekatan pertemanan kami disana. Dan benar sekali tebakanku! Dengan games yang kami usulkan sendiri kepada fasilitator pendamping kegiatan olahraga itu menjadi sangat menghibur dan teman-teman peserta yang lain menikmatinya dengan memperlihatkan ekspresi mereka. Terutama peserta lelaki, setiap kali ada kata-kata bodoh yang tak masuk akal terucap dari tiap-tiap mereka menjadi candaan yang ‘terlihat’ sangat menghibur dan memuaskan mereka, seperti “wuk… wuk… wuk…” salah seorang dari para lelaki menceritakan bahwa semalam salah seorang tengah membuat kopi, air yang digunakan tentunya air panas dan seseorang yang lain dari mereka ‘syamsi’ namanya, mengatakan “tinggali eta aya asapna wuk… wuk… wuk… kaluhur” (lihat ada asapnya wuk… wuk… wuk…) sembari menggayakan telapak tangannya membuka lalu di kerucutkan kearah atas. Entah apa artinya, tapi hal tersebut amat menggelikan dan tak berarti apapun kata-katanya. Contoh kata-kata lain yang masih melekat di kepalaku adalah “ari lapar mah minum atuh” (kalo lapar minum lah) dan mereka amat bahagia mentertawakan hal-hal itu. Lucunya lagi ketika salah seorang dari lelaki yang bernama ‘akew’ sangat rajin dengan menuliskan semua perkataan-perkataan bodoh dalam catatan yang kemudian dibawanya kemana-mana. “bisi aya nu ngomong aneh-aneh deui ku urang dek di tulisan di dieu ” ujarnya ketika aku mentertawakan perilakunya itu dan sempat melihat benar-benar isinya adalah hal-hal yang mengocok perut. Hahahaha.
Ada hal lain, beberapa guru yang memiliki jabatan penting di sekolahku menjadi pemateri pada pelatihan itu, agak sedikit aneh ketika aku diajar oleh seorang guru dengan orang-orang dalam ruangan yang tak begitu kukenali mereka –bukan orang-orang biasa yang aku temukan di sekolahku. Tapi bukan berarti tidak seru, dan keadaan menjadi aneh. Aku justru senang pematerinya adalah orang yang aku kenali, aku jadi tak se-segan kepada pemateri yang lain ketika bertanya. Kedua guruku itu sama-sama menggunakan metode diskusi grup dalam pemateriannya, aku masih ingat sekali ketika Ibu Ima, salah satu guruku itu meminta agar kami membentuk suatu kelompok, memetakan alur kehidupan yang kami inginkan dengan sebuah konsep diri yang telah ia terangkan sebelumnya, kemudian menjabarkannya dihadapan teman-teman sekelompok dan menerima pertanyaan serta saran masukkan dari mereka.
Perancangan RKTL (Rancangan Kegiatan T L) dibagi menjadi empat sesi, sesi pertama dan kedua ada di saat malam hari, amat menguras pikiran karena waktu menjelang tengah –bahkan, tengah malam kami berdiskusi dengan sebagian besar teman-teman dalam satu ruangan yang belum memiliki satu alur pemikiran bagaimana dan kemana RKTL ini harus dibahas dan dirancang bersama. Hmm, tapi itu mengasyikan. Yah! Bagaimana tidak? Momen ketika kita bisa berdiskusi bersama dengan kebebasan berargumen dengan berbagai macam arah pemikiran dan keinginan yang berbeda didukung keadaaan lelah dan waktu menjelang tengah malam menjadi momen yang tidak kalah seru.
Ada juga kegiatan debat. Dan sungguh aku bukanlah seorang yang suka berdebat dan tidak bisa berdebat, terutama dengan topik dan keberpihakan yang ditentukan. Lucunya, kelompokku mengungkapkan presentasi argument diawal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tema yang disediakan fasilitator membuat kelompokku selalu disodorkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama, dan kami menjawab dengan jawaban yang sama. Debat itu berlangsung lama, namun tentunya dengan prosedur yang teratur sehingga ‘tidak terlalu ricuh’.
Setiap dari kami –peserta, selalu dibagikan sebuah kertas selembar setiap selesai pematerian untuk menuliskan resume dari materi yang baru saja disampaikan. Tentunya aku menjadi salah seorang yang kesulitan dalam hal ini. Aku seringkali mengantuk ketika materi, meskipun sudah mengunyah banyak permen untuk menahan rasa kantuk, tetap saja itu hanya berguna ketika aku sedang mengunyah permen ketika sudah habis rasa kantuk justru kembali datang. Hmm, bodohnya. Disaat dibagikan kertas resume inilah aku akan meminta penjelasan dari pemahaman Ninda, jika merasa masih kurang banyak dan kurang mengerti aku akan googling dengan telepon selular yang kusiap siagakan untuk mencari materi terbsebut. Bukan berarti bersifat curang, tapi aku hanya merasa iri saja dengan teman-teman peserta lain yang bisa lebih mengerti materi tersebut lebih dari pada aku.
Ada hal lain yang membuat aku senang, Muhammadiyah Boarding School Bandung yang menjadi lokasi kegiatan TM II itu memiliki bangunan yang tinggi beserta rooftop-nya menampilkan pemandangan yang cukup indah. Seringkali aku dan Ninda duduk-duduk di rooftop-nya ketika waktu senggang, terutama ketika menunggu waktu adzan maghrib. Langit menampilkan pemandangan terbaiknya, dan itu membuat betah kami berada diatas sana sambil bercerita dan mengenang masa lalu. Ada cerita haru, sedih, mengecewakan yang telah diucapnya kepadaku selagi kita berada di rooftop sore itu, cerita yang sudah lama aku terka dengan iringan harap hal itu tidak pernah terjadi. Tapi dia menceritakannya, agak terlambat. Tapi tepat waktu. Tak bisa kuungkapkan apa ceritanya, ini bukan tempatnya.
Hari terakhir mengikuti kegiatan PKMTM II ini, selepas shalat shubuh peserta diminta segera bersiap untuk berolahraga, dan tentunya sambil menunggu post-test. Aku termasuk kedalam kelompok pertama yang dipanggil, jadi tak lama mengikuti kegiatan olahraga dan games seru yang diusulkan dari panitia ataupun peserta. Cukup tegang dan tidak siap, karena jika ditanya materi aku yakin takkan sanggup untuk menjawab semua pertanyaan kecuali beberapa saja. Tes diadakan dilantai paling atas gedung asrama, rooftop juga bentuknya. Masing-masing kami di tes sendiri-sendiri dengan penguji yang berbeda. aku sendiri di tes oleh kang Ghifar atau biasa dipanggil kak Gege, beliau fasilitator undangan, seorang pengurus dari wilayah yang belum dilantik. Semua prasangkaku mengenai tes yang menyeramkan ternyata salah besar! Aku diberikan berbagai pertanyaan tentang kehidupan sehari-hariku yang berkaitan dengan organisasi ini, sungguh jauh dari materi. Dan aku enjoy dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan kak Gege, gak ada masalah selama post test itu. Di menit ke 15 post test selesai dan kami digiring ke sebuah ruangan diminta untuk menunggu sampai semuanya selesai post test di sana, ngga ada yang boleh keluar. Ngga begitu lama kita nunggu sampai semua ada di dalam ruangan, ketua pelaksana masuk lalu duduk ditengah-tengah kami yang duduk membentuk letter U.

Ketua pelaksana memberikan sebuah ceramah dan nasehat pendek untuk kami berkaitan perjuangan dalam dakwah pada organisasi ini. Bagaimana kita harus mengabdi seikhlas-ikhlasnya, ngga terlalu panjang ceramah nasehatnya kita diminta untuk menyanyikan lagu “janji Pelajar”. Lagu ini sudah seperti sihir bagi setiap aktivis IPM, menyanyikannya bersama-sama dengan renungan yang mendalam membuat setiap dari kita peserta termasuk aku meneteskan air mata. Begitulah, akhir dari Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II itu, akhir dengan air mata. Pentupan acara tak mewah, hanya beberapa mengambil foto sebagai kenang-kenangan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

makan pesantren cita rasa hotel

MARKET DAY 'AISYIYAH BOARDING SCHOOL BANDUNG

Rutinitas sederhana