Perenungan Cinta dari Perjalanan Rasa karya Fahd Pahdepie

Aku baru saja membaca buku perjalanan Rasa karangan Fahd Pahdepie. baru saja membaca pengantarnya, aku sudah mendapat inspirasi untuk menulis.

Pengantar yang diberi judul "Sudah Sampai Mana Perjalanan Rasa?" ini menceritakan kembali konsep cinta dari seorang Rabi bernama Abraham Twerski yakni "The Fish Love" singkatnya, mengenai percakapan antara seorang pemuda yang menyatakan cintanya pada ikan(fish love) pada saat ia sedang memakan ikan yang ditangkapnya dari sungai dan orang tua bijaksana yang menyergah pengakuannya mengenai cinta ikan dengan menyatakan bahwa yang dilakukan seorang pemuda itu hanyalah mencintai dirinya sendiri dibanding mencintai ikan itu. orang tua bijaksana itu mengatakan bahwa jika ia mencintai ikan itu, ia tidak akan memisahkannya dengan habitatnya, memburu ikan itu, membunuhnya, membakarnya, membuat dirinya kenyang dengan mengobarkan nyawanya. orang tua bijaksana melanjutkan penjelasannya bahwa tak ada ikan dalam hidupnya, tetapi keinginannya dapat dipenuhi oleh ikan itu. maka semua itu hanya tentang dirinya, ikan itu terasa lezat baginya, dan memakan ikan itu memuaskan kebutuhannya.

dari cerita tersebut fahd pahdepie menyimpulkan bahwa banyak sekali orang-orang yang mengalami "fish love" ini, seperti kebanyakan sepasang kekasih yang saling melihat diri masing-masing pada diri kekasihnya, mereka mencari hal-hal yang dapat memenuhi kebutuhan(dalam artian luas) dirinya sendiri.

kita lebih sering menggunakan orang lain sebagai kendaraan agar kita bisa mencapai sesuatu yang kita inginkan... namun, agar kita tidak terlalu merasa bersalah, kita katakan bahwa kita mencintai orang itu. benarkah kita mencintai orang itu?
-Fahd Pahdepie-

aku tidak membahas pengantar "perjalanan rasa" seperti yang dimaksud oleh Fahd Pahdepie untuk melangkah pada isi dari keseluruhan buku tersebut, melainkan karena pertanyaan yang muncul dalam benakku akan menjadi pembahasannya.

pertama! aku terbayang akan berbagai macam perasaan yang sudah kulalui selama ini. rasa yang kuakui sebagai cinta untuk Allah, sang Nabi (), bahkan orang tua kembali kuresapi. aku tak ingin mencintai dengan jalan yang salah, jangan-jangan selama ini aku hanya mengaku cinta tapi tak pernah benar-benar mencinta.

aku mengaku mengimani Allah SWT sebagai tuhanku, dan aku mencintai-Nya sepenuh jiwaku. tapi apakah selama ini aku menjalankan segala perbuatan berlandaskan karena-Nya? untuk-Nya? dan mengharap Ridha-Nya? barang kali aku meyakini diriku shalat bukan karena rutinitas tapi aku tak punya bukti apakah aku sudah benar-benar mendirikan shalat bukan karena rutinitas. mungkin pada beberapa kesempatan, aku benar-benar mendatangi Allah, berdo'a kepadanya, mengharapkan ampunan-Nya, dan benar-benar seperti seorang hamba yang tertatih untuk mendekati-Nya. tapi itu hanya pada beberapa kesempatan, aku tak sempurna melaksanakan amalanku. jadi, apakah aku benar-benar mencintai Allah dan mengimani-Nya sebagai tuhanku? belum tentu. mungkin saja aku yang mengaku dekat dengan-Nya justru sedang berada sangat-sangat jauh dari-Nya. yah, mungkin aku telah membuat cinta dan kasih sayang Allah bertepuk sebelah tangan padaku. toh Allah selalu mencintai dan mengasihi hamba-Nya, mengapa aku begitu abai untuk membalas cinta dan kasih-Nya dengan tulus?

itu sebagaian dari perenunganku, ada Nabi Muhammad (ﷺ) yang turut muncul dalam benakku. aku ingat, dan paham betul bagaimana kisah-kisah yang telah sampai pada telingaku atau bahkan menjadi bahan bacaanku yang sangat aku favoritkan mengenainya selama aku menuntut ilmu di pesantren ini. bukankah beliau (ﷺ) yang telah mendo'akan dan memohon ampunan bagi seluruh umatnya sebegitu rupanya bahkan ketika ajal hendak menjemputnya. ia bahkan tak mengenalku dan umatnya yang lebih mulia atau mungkin sebanding denganku, tetapi bentuk cinta yang diberikannya untuk umatnya tak pernah main-main (sebut saja fish love). ia bersungguh-sungguh mencintai umatnya, apakah aku selama ini telah benar-benar mengikuti ajarannya? apakah aku sudah memperjuangkan ajaran yang beliau ajarkan pula pada umat manusia? apakah aku sudah mengikuti sifat teladannya? apa yang kulakukan selama ini? hijrah yang setengah-setengah, terkadang bahkan keras sekali untuk menerima nasihat dari kawannya. (may Allah forgive me)

selanjutnya, bagaimana cinta, kasih sayang, dan baktiku kepada orang tuaku? rupanya, bab pertama dari buku Perjalanan Rasa karya Fahd Paahdepie ini berjudul 'MAMA'. dan aku kembali tersentuh, padahal sering sekali aku mendengar nasihat dari banyak orang, buku, atau bahkan para pengajar disekolah mengenai sikap  yang semestinya ditunjukkan kepada orang tua. aku belum sempurna mencintai mereka, jangan-jangan cintaku pada mereka masih sebatas "fish love"? (O Allah, forgive me and my parents)

maka point pentingnya, mengapa selama ini aku begitu berani mencintai yang lain sebelum menyempurnakan cintaku yang pasti cintanya kepadaku.(Allah, Rasululllah ﷺ serta kedua orang tuaku)


it was maghrib, I should leave, but I want everyone to read this. so I'm sorry it's not completely finished. semoga dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan renungan untuk melangkah kepada perjalanan rasa yang lebih baik lagi bagi kita bersama.

Assalamu'alaikum warrahmatullah,
saudarimu, dari kisah nyantri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MARKET DAY 'AISYIYAH BOARDING SCHOOL BANDUNG

Road to save citarum (middle position)